Sunday, June 17, 2012

Tradisi Mekotek

Berbicara tentang Bali tak lepas rasanya dengan budaya. Ragam budaya tersebar luas di berbagai pelosok tanah Bali. Dan satu dari ribuan ragam budaya tersebut adalah Mekotek. Perayaan upacara  Mekotek dilaksanakan oleh warga Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali setiap 210 hari sekali tepatnya pada Hari Raya Kuningan yang jatuh setiap Sabtu Kliwon Wuku Kuningan. Upacara Mekotek dilaksanakan dengan tujuan memohon keselamatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Upacara ini juga dikenal dengan istilah Ngerebeg. Mekotek adalah warisan leluhur, adat budaya dan tradisi yang secara turun-temurun terus dilakukan umat Hindu di Bali khususnya di Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali.

Pada awalnya pelaksanaan upacara Mekotek diselenggarakan untuk menyambut armada perang yang melintas di Munggu yang akan berangkat ke medan laga, juga penyambutan pasukan saat mendapat kemenangan perang Blambangan pada masa kepemimpian Cokorda Nyoman Munggu di Kerajaan Mengwi.

Dahulunya upacara ini menggunakan tombak yang terbuat dari besi. Namun seiring perkembangan zaman dan untuk menghindari peserta yang terluka maka sejak tahun 1948 tombak besi mulai diganti dengan tombak dari bahan kayu pulet. Tombak yang asli dilestarikan dan disimpan di pura.
Mekotek sendiri diambil dari kata tek-tek yang merupakan bunyi kayu yang diadu satu sama lain sehingga menimbulkan bunyi.

Selain sebagai simbol kemenangan, Mekotek juga merupakan upaya untuk menolak bala yang pernah menimpa Desa Adat Munggu puluhan tahun silam. Pada saat itu Perayaan upacara Mekotek dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda 1915 karena takut terjadi pemberontakan, namun akibat dari larangan tidak boleh mengadakan upacara Mekotek tersebut muncul wabah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan banyak memakan korban jiwa yang disebut dengan gerubug. Lalu terjadi perundingan dan akhirnya diizinkan kembali, sejak saat itu tidak pernah ada lagi bencana.  
Upacara Makotek ini diikuti sekitar 2000 penduduk Desa Adat Munggu yang terdiri dari 12 banjar yang pada umumnya terdiri dari anak muda yang berumur 12 tahun hingga orang tua yang  berumur 60 tahun. Mereka mengenakan pakaian adat madya berupa kamen dan udeng batik dan membawa sebatang kayu yang panjangnya rata-rata 3 meter yang telah dikuliti. Kayu yang digunakan pada umumnya adalah kayu pulet. Kayu ini dipilih dengan alasan karena memiliki daya lentur yang tinggi. 
Mekotek dilaksanakan saat menjelang sore kira-kira pukul 14.00 wita. Upacara Mekotek diawali dengan berkumpulnya para peserta Mekotek di areal Jaba Pura Puseh/Desa Adat Munggu. Selanjutnya dilanjutkan dengan mengelilingi wilayah Desa Adat Munggu dimulai dari Jaba Pura Puseh/Desa Adat Munggu menuju Pura Dalem Khayangan Wisesa Desa
Adat Munggu, selanjutnya menuju Pura Luhur Sapu Jagat dan kembali lagi menuju Jaba Pura Puseh/Desa Adat Munggu. Dalam perjalanan menuju pura-pura tadi para peserta mekotek melintasi persimpangan/pertigaan jalan. Disnilah serunya upacara mekotek tersebut berlangsung. Para warga terbagi dalam beberapa kelompok kurang lebih terdiri dari 70-100 orang. Mereka memegang pangkal kayu dengan erat dan menggabungkan ujung kayu-kayu tersebut hingga membentuk kerucut menyerupai gunungan kayu lalu mereka berputar, berjingkrak dengan iringan gamelan beleganjur.

Pada saat yang tepat seorang yang merasa tertantang dan punya nyali akan mendaki puncak gunungan kayu kotekan ini sambil melakukan atraksi entah mengangkat tongkatnya atau berdiri dengan mengepalkan tangan, berteriak laksana panglima perang yang mengkomandoi prajuritnya untuk terus menerjang musuh, gunungan kayu ini ditabrakkan dengan kelompok lain yang juga  mendirikan gunungan kayu kotekan. Kegiatan ini akan terus berulang terjadi sampai akhirnya para peserta mekotek kembali menuju Pura Puseh/Desa Adat Munggu
Ini adalah suatu aktraksi adat budaya yang saat menarik untuk anda saksikan,yang hanya ada di Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Pulau Dewata Bali.

No comments:

Post a Comment